Di atas ini adalah testimoni2 anak2 ajaib yang ikut kegiatan Bimbel Online Magnet Rezeki (BOMR), alhamdulillah mereka semua bahagia dapatkan ilmu MR. Apalagi dikemas dengan sangat menarik oleh para guru2 yang melayani dengan hati. الحمد لله
❤1
Dengerin deh... lucuuu... tapi inspiratif... anak2 aja bisa begini, apalagi yg sudah dewasa. Soo yakin yaaa... ada Allah yang menjamin rezeki kita.
❤1
Ini salah satu peserta BOMR. Seneng ya, anak2 sudah dapatkan ilmu keajaiban sejak kecil. Smg Allah muliakan mereka.
Utk BOMR sedang berjalan, In Syaa Allah kalau dibuka lagi pendaftaran nya saya akan umumkan di channel ini. So, stay tune 😊
Utk BOMR sedang berjalan, In Syaa Allah kalau dibuka lagi pendaftaran nya saya akan umumkan di channel ini. So, stay tune 😊
❤1
TRAINING ONLINE
MAGNET REZEKI
Adalah sebuah pembelajaran yang komprehensif, mendalam dan intensif selama 2 bulan.
Dibimbing langsung oleh Pak Nasrullah dan bbrp CTMR, akan membuat pendidikan Anda di Magnet Rezeki makin dalam dan berdampak.
Dibuka kembali TOMR level 1, angkatan ke-5, silahkan daftar di:
https://magnetrezeki.orderonline.id/TOMR1-5
Mulai belajar tgl 10 Oktober 2020
MAGNET REZEKI
Adalah sebuah pembelajaran yang komprehensif, mendalam dan intensif selama 2 bulan.
Dibimbing langsung oleh Pak Nasrullah dan bbrp CTMR, akan membuat pendidikan Anda di Magnet Rezeki makin dalam dan berdampak.
Dibuka kembali TOMR level 1, angkatan ke-5, silahkan daftar di:
https://magnetrezeki.orderonline.id/TOMR1-5
Mulai belajar tgl 10 Oktober 2020
❤1👍1
TERKUAK! SUMBER TERJADINYA COVID DAN SOLUSINYA
By Nasrullah
Beberapa waktu yang lalu, seperti biasa saya sowan ke kyai. Salah satu yang ingin saya tanyakan adalah tentang covid. Saya tidak bisa menutupi rasa penasaran tentang wabah yang unik ini, wabah yang bisa menutup masjid namun tidak bisa menutup dangdutan.
Di pesantren, kyai tidak menerapkan protokol kesehatan. “Sebenarnya saya malah mau ketemu sama covid” kata kyai.
Kalau belum kenal sama kyai, pasti ada ragam komen, pro-kontra, namun saya tahu betul, kalimat itu bukan kesombongan, namun kerinduan akan akhirat.
“Istri udah ga ada (sudah almarhumah). Umur udah tua. Makan juga ga bisa bebas. Ya kalau bisa covid datang, boleh juga” lanjut kyai. Saya langsung teringat hadits Nabi, mati karena terkena wabah adalah mati syahid. Mungkin itu yang beliau rindukan.
“Sebenarnya covid ini gimana kyai?” tanya saya dengan hati-hati, sambil mencuri pandang wajah berwibawa kyai yang setiap melihatnya terasa tenang di hati.
“Ya Ga usah kaget juga ada covid” jelas kyai. “Nabi pernah bersabda...” kyai membacakan sebuah hadits berbahasa arab yang saya ketahui kemudian riwayat Ibnu Majah. Begini bunyinya:
لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوْا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيْهِمْ الطَّاعُوْنُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ قَدْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِيْنَ مَضَوْا…
”Tidaklah nampak perbuatan keji (zina) di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.” [HR. Ibnu Majah, lihat ash-Shahihah no. 106]
“Zina kan sudah banyak dan terang-terangan dilakukan, ya akhirnya dikasi wabah sama Allah” lanjut kyai dengan sabar menjelaskan, “tapi bagi yang sudah berusaha menjaga diri, dan amar ma’ruf nahi mungkar, balasan Allah syahid jika terkena wabah”
Kabut yang sebelumnya tertutup, terasa sangat jelas dalam pandangan saya. Terjawab sudah rasa penasaran selama ini. Agama sudah punya jawabannya, darimana sumber wabah ini.
Jika sebelumnya banyak teori yang mengatakan virus ini berasal dari kelelawar, perang biologi, virus china, rekayasa genetika, konspirasi yahudi dan banyak lagi... kini semuanya jelas terkuak. Jika keimanan pada Nabi menjadi ukuran, cukup hadits shahih menjadi rujukan. Sumbernya covid adalah dari zina yang merajalela.
Namun, perenungan saya tidak berhenti sampai situ. Zina saat ini sudah dikampanyekan dan mudah ditemukan. Dan jangan-jangan kita ikut andil dalam penyebarannya.
Dulu orang mungkin aib dalam memandang zina, namun saat ini dengan mudah ditemukan konten2 film yang menjurus pada hal2 demikian. Dulu ada lembaga yang mensensor film2 yang beredar, namun kini tanpa sensor bisa dengan mudah masuk, melalui Tv kabel, youtube, netflix, apple tv, dan banyak lagi. Belum lagi sosial media yang semakin bebas.
Saya teringat saat masih kecil, ada konten “tak senonoh” yang tidak sengaja terlihat di film. Lalu dengan amat tidak suka, membuang muka.
Bagaimana dengan sekarang? Yang semua konten bebas dan kini masyarakat melindungi dirinya sendiri karena tidak bisa lagi mengandalkan lembaga sensor negara.
Namun sebelum menyalahkan negara, coba tanya dalam diri sendiri. Jangan-jangan kitalah yang menyebarkan covid dengan permisif terhadap konten2 perzinahan? Dan merasa tidak bersalah menonton film2 sejenis hollywood yang selalu ada bumbu2 “penyebab covid” itu?
Jika memang kita ditakdirkan terkena wabah, alangkah indahnya jika kita sudah melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, dimulai dari boycott film2. Minimal “amat tdk suka” dan membuang muka. Namun jika kita menikmatinya, lalu kini menjadi berlangganan layanan film dan streaming karena hanya lockdown di rumah, bukankah malah kita membunuh diri, siap dimangsa covid yang kita ciptakan sendiri, dan menyiapkan ujung adzab neraka? Naudzu billah min dzalik.
Jika iman kita terhadap hadits sudah sedemikian kuat, solusinya nampaknya sudah kita fahami. Menjauhlah dari perzinahan yang halus dan terang2an.
Wallahu a’lam
Sahabatmu,
Nasrullah
By Nasrullah
Beberapa waktu yang lalu, seperti biasa saya sowan ke kyai. Salah satu yang ingin saya tanyakan adalah tentang covid. Saya tidak bisa menutupi rasa penasaran tentang wabah yang unik ini, wabah yang bisa menutup masjid namun tidak bisa menutup dangdutan.
Di pesantren, kyai tidak menerapkan protokol kesehatan. “Sebenarnya saya malah mau ketemu sama covid” kata kyai.
Kalau belum kenal sama kyai, pasti ada ragam komen, pro-kontra, namun saya tahu betul, kalimat itu bukan kesombongan, namun kerinduan akan akhirat.
“Istri udah ga ada (sudah almarhumah). Umur udah tua. Makan juga ga bisa bebas. Ya kalau bisa covid datang, boleh juga” lanjut kyai. Saya langsung teringat hadits Nabi, mati karena terkena wabah adalah mati syahid. Mungkin itu yang beliau rindukan.
“Sebenarnya covid ini gimana kyai?” tanya saya dengan hati-hati, sambil mencuri pandang wajah berwibawa kyai yang setiap melihatnya terasa tenang di hati.
“Ya Ga usah kaget juga ada covid” jelas kyai. “Nabi pernah bersabda...” kyai membacakan sebuah hadits berbahasa arab yang saya ketahui kemudian riwayat Ibnu Majah. Begini bunyinya:
لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوْا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيْهِمْ الطَّاعُوْنُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ قَدْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِيْنَ مَضَوْا…
”Tidaklah nampak perbuatan keji (zina) di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya.” [HR. Ibnu Majah, lihat ash-Shahihah no. 106]
“Zina kan sudah banyak dan terang-terangan dilakukan, ya akhirnya dikasi wabah sama Allah” lanjut kyai dengan sabar menjelaskan, “tapi bagi yang sudah berusaha menjaga diri, dan amar ma’ruf nahi mungkar, balasan Allah syahid jika terkena wabah”
Kabut yang sebelumnya tertutup, terasa sangat jelas dalam pandangan saya. Terjawab sudah rasa penasaran selama ini. Agama sudah punya jawabannya, darimana sumber wabah ini.
Jika sebelumnya banyak teori yang mengatakan virus ini berasal dari kelelawar, perang biologi, virus china, rekayasa genetika, konspirasi yahudi dan banyak lagi... kini semuanya jelas terkuak. Jika keimanan pada Nabi menjadi ukuran, cukup hadits shahih menjadi rujukan. Sumbernya covid adalah dari zina yang merajalela.
Namun, perenungan saya tidak berhenti sampai situ. Zina saat ini sudah dikampanyekan dan mudah ditemukan. Dan jangan-jangan kita ikut andil dalam penyebarannya.
Dulu orang mungkin aib dalam memandang zina, namun saat ini dengan mudah ditemukan konten2 film yang menjurus pada hal2 demikian. Dulu ada lembaga yang mensensor film2 yang beredar, namun kini tanpa sensor bisa dengan mudah masuk, melalui Tv kabel, youtube, netflix, apple tv, dan banyak lagi. Belum lagi sosial media yang semakin bebas.
Saya teringat saat masih kecil, ada konten “tak senonoh” yang tidak sengaja terlihat di film. Lalu dengan amat tidak suka, membuang muka.
Bagaimana dengan sekarang? Yang semua konten bebas dan kini masyarakat melindungi dirinya sendiri karena tidak bisa lagi mengandalkan lembaga sensor negara.
Namun sebelum menyalahkan negara, coba tanya dalam diri sendiri. Jangan-jangan kitalah yang menyebarkan covid dengan permisif terhadap konten2 perzinahan? Dan merasa tidak bersalah menonton film2 sejenis hollywood yang selalu ada bumbu2 “penyebab covid” itu?
Jika memang kita ditakdirkan terkena wabah, alangkah indahnya jika kita sudah melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, dimulai dari boycott film2. Minimal “amat tdk suka” dan membuang muka. Namun jika kita menikmatinya, lalu kini menjadi berlangganan layanan film dan streaming karena hanya lockdown di rumah, bukankah malah kita membunuh diri, siap dimangsa covid yang kita ciptakan sendiri, dan menyiapkan ujung adzab neraka? Naudzu billah min dzalik.
Jika iman kita terhadap hadits sudah sedemikian kuat, solusinya nampaknya sudah kita fahami. Menjauhlah dari perzinahan yang halus dan terang2an.
Wallahu a’lam
Sahabatmu,
Nasrullah
👍2❤1
Saya di wa oleh ibunda saya, ada temannya seorang kyai di pare2 yang mau bicara dengan saya. Beliau adalah H Muh Nur Syafi’i, seorang ulama di pare-pare.
Pesan beliau singkat, “bahagia dan bangga dengan ilmu yg ada di Buku Magnet Rezeki dan mendoakan agar bisa terus mendidik umat”
Ya Rabb, bahagia sekali. Saya seperti dapat tongkat estafet, melanjutkan perjuangan guru2 agama dari kampung saya. Saya memang dari pare2, sulawesi selatan, sebuah kota yang dicintai oleh prof Habibie, idola saya.
Satu lagi yang beliau pesan “jaga Indonesia dari PKI dan komunisme”
Tepat sekali, hari ini pun saya memasang bendera merah putih setengah tiang, untuk mengingatkan sejarah, bahwa Islam memang harus kita jaga sekuat jiwa kita. Insan2 seperti PKI dan yg masih memegang ideologinya, kita doakan agar segera bertaubat dan menemukan keindahan Islam. Aamiin.
Pesan beliau singkat, “bahagia dan bangga dengan ilmu yg ada di Buku Magnet Rezeki dan mendoakan agar bisa terus mendidik umat”
Ya Rabb, bahagia sekali. Saya seperti dapat tongkat estafet, melanjutkan perjuangan guru2 agama dari kampung saya. Saya memang dari pare2, sulawesi selatan, sebuah kota yang dicintai oleh prof Habibie, idola saya.
Satu lagi yang beliau pesan “jaga Indonesia dari PKI dan komunisme”
Tepat sekali, hari ini pun saya memasang bendera merah putih setengah tiang, untuk mengingatkan sejarah, bahwa Islam memang harus kita jaga sekuat jiwa kita. Insan2 seperti PKI dan yg masih memegang ideologinya, kita doakan agar segera bertaubat dan menemukan keindahan Islam. Aamiin.
❤1